BMW 116i Sport Line Kehilangan Ruh?
Demi driving
experience yang multi haruskah mengorbankan karakter?
“Ada yang aneh!” Gumam
saya setelah beberapa meter melaju di atas BMW 116i Sport Line. Atmosfir yang tercipta
saat di balik kemudi mobil ini hampir sama seperti ketika melihat sosok James
Bond dalam Casino Royale, Quantum of Solace dan Skyfall; saya tidak bisa merasakan
masing-masing karakter yang sebelumnya sudah tertanam dalam benak. Agen intelejen
Inggris Secret Intelligence Service tersebut hadir dengan sosok yang brutal,
liar, dan dingin terhadap perempuan. Bandingkan dengan figur James Bond sebelum
dibintangi Daniel Craig; elegan, prudent,
cerdas, dan tak lepas dari perempuan!
Karakter BMW
berubah? Sepertinya begitu—belum yakin 100 persen—setidaknya itu kesan pertama
yang saya rasakan di awal-awal mengendarai hatchback tersebut. BMW 116i terasa
empuk, tidak seperti lazimnya suspensi BMW yang terkenal rigid. Diam-diam saya
agak khawatir, penggila BMW akan mengirim salam perpisahan sebelum mengucapkan
selamat datang di rumahnya.
Aits…tunggu dulu! Selang sebentar saya melirik bagian bawah speedometer. Ups!
Ternyata, saya melaju dengan mode Comfort. Pantas kaki-kaki BMW ini terasa lembut.
Bolehlah jika memang target dari tersedianya pilihan mode ini adalah untuk
menciptakan kenyamanan saat mengendarai 116i. Paling tidak, satu hasrat BMW
untuk memberi driving experience yang
multi bukan hanya di atas kertas.
Kenyamanan
mengendarai BMW 116i makin terasa dengan posisi sport seat ergonomis yang bisa diatur secara elektrik—juga jok
penumpang depan. Sehingga saat berada di balik setir, saya yang berpostur 165
cm tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan fitur-fitur yang ada; seperti
mode pengemudian, auto start/stop, iDrive dengan monitor layar datar ukuran 6,5 inci, BMW
Radio Professional, USB dan Bluetooth interface untuk ponsel berikut
fungsi audio streaming serta Bluetooth Office.
Pengoperasian fitur-fitur 116i makin mudah dengan hadirnya steering
switch multifungsi di roda
kemudi. Misalnya dengan tangan tetap di kemudi, jari-jemari bisa mengatur sistem audio 6
speaker ber-output 100 watt yang relatif bisa ikut meredam suara mesin, angin
dan gesekan ban saat melaju kencang. Suasana kabin yang lapang—berkat panjang
bodi yang melar 85 mm dan lebar bertambah 17 mm—tidak terinterupsi. Terlebih
pada dasarnya tingkat kekedapan kabin 116i masih terbilang normal. Dalam
kondisi idle tingkat kebisingannya sebesar 44 dB. Sedangkan pada kecepatan 40
km/jam, 60 km/jam, 80 km/jam dan 100 km/jam masing-masing yaitu 60,5 dB, 61,7
dB, 62,6 dB serta 64,2 dB.
Usai mengeksplorasi
fitur dalam kabin berbalut kulit dominasi warna coral red yang ganjil, saya utak-atik salah satu tombol mode pengendaraan
di konsol tengah. Dan, muncullah silih berganti di layar monitor pilihan mode
Eco Pro, Comfort, Sport serta Sport Plus. Hohoho…Saya memiliki kesempatan untuk
membuktikan apakah 116i ini masih mempunyai karakter sporty BMW yang selama ini
menjadi ciri khasnya. Atau malah karakter tersebut dikorbankan demi mengejar
kenyamanan berkendara, ketimbang mempertahankan driving fun. Mari kita buktikan!
Tidak mungkin
mendapatkan apa yang saya inginkan di jalanan dalam Jakarta yang crowded, jelang tengah malam saya arahkan 116i ke jalan tol Lingkar
Luar Jakarta. Lantaran terasa sandaran jok kurang mendekap. Saya pencet tombol
di samping kanan bawah dan sandaran jok pun bergerak memeluk lumayan erat. Tapi
jika Anda berbadan besar, dipastikan sia-sia menggunakan fasilitas ini. Karena,
dalam keadaan normal pun sandaran jok 116i tak bisa mengakomodasi mereka yang
berbadan besar.
Lepas Pintu Tol
Pondok Indah saya langsung mentransfer tenaga lewat ujung sepatu agar mesin
bensin 1,6 liter twin-turbo berdaya 136 horsepower dan torsi 220 Nm yang ada di
balik kap bekerja lebih keras. Saya geser mode pengendaraan dari Comfort ke
Sport. Berubah? Performa mesin betul-betul berubah. Mobil jadi lebih powerful
pada putaran rendah maupun tinggi dan perpindahan transmisi 8-kecepatan
otomatis nyaris tanpa lag. Teknologi BMW TwinPower Turbo yang mengkombinasikan TwinScroll
turbocharger dengan VALVETRONIC, Double-VANOS dan High Precision Injection, benar-benar bekerja.
Saya tidak merasa kalau berada di atas mobil berkapasitas 1,6 liter. Dan dari
diam hingga mencapai 100 km/jam dicapai dalam 10 detik, selisih 0,9 detik data
pengujian resmi BMW. Tapi, dari 0 sampai 400 meter 116i meraihnya dalam 17,3
detik pada 133,6 km/jam.
Bagaimana dengan kaki-kaki? Emmm…ada perubahan memang, tapi tidak terlalu signifikan. Pada kecepatan 60
km/jam hingga 100 km/jam 116i di jalan agak bergelombang masih terasa empuk,
namun tidak sampai limbung di tikungan melingkar tol keluar Bintaro. Dan soal handling, kelebihan dan jadi ciri khas
BMW, 116i mengerti betul apa yang dimaui saya; komunikatif dan mantap berisi.
Penasaran, masuk tol
lagi dan kemudian saya pindah ke mode pengendaraan Sport Plus. Injak gas lebih
dalam. Performa mesin tidak jauh berbeda dengan mode Sport, tapi kaki-kaki terasa
lebih rigid daripada sebelumnya, apalagi jika dibandingkan dengan mode Comfort.
Pada kecepatan 100 km/jam sampai 150 km/jam kerja kaki-kaki masih firm. Namun saya merasa, ini masih belum
menyamai karakter BMW sesungguhnya. Ataukah memang BMW sudah (sengaja) bermetamorfosis
menjadi “mobil nyaman”? Jika betul, tampaknya BMW sedang bermain “di meja
kasino” seperti serial James Bond pasca Pierce Brosnan.
BMW 116i Sport Line
Harga Rp
529.000.000 OFR
Mesin I-4, DOHC
16-katup, Dual VVT-i dengan ACIS
Kapasitas Mesin 1.598
cc
Tenaga 136
hp @ 4.400 rpm
Torsi 220
Nm @ 1.350-4.300 rpm
Transmisi 8/A
Steptronik
P x L x T 4.324 x 1.765 x
1.421 mm
Wheelbase 2.690 mm
Alloy 17 inci
Konsumsi BBM 17,24 km/liter (klaim
pabrik)
HASIL TEST
Performa
0-100
km/jam 10 detik
0-400
meter 17,3 detik @ 133,6
km/jam
Kekedapan Kabin
Idle 44,0 dB
40 km/jam 60,5 dB
60 km/jam 61,7 dB
80 km/jam 62,6
dB
100 km/jam 64,2 dB
No Comment to " BMW 116i Sport Line Kehilangan Ruh? "